NASIOLISME
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Intelektual,
Oleh :
Refani Anindya Putri (120210302063)
Kelas A
PROGRAM
STUDI PENDIKAN SEJARAH
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
SEJARAH
LAHIRNYA NASIONALISME
Kebanyakan teori menyebutkan bahwa
nasionalisme dan nilai-nilainya berasal dari Eropa. Sebelum abad ke-17, belum
terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada pada periode itu adalah
kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah yang luas, misalnya
kekuasaan kekaiseran Romawi Kuno atau Kekaiseran Jerman di bawah pimpinan Karolus
Agung. Yang jelas, kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja Katolik,
sehingga masyarakat menerima dan menaati pengu-asa yang mereka anggap sebagai
titisan Tuhan di dunia.
Karena itu, kesadaran akan suatu wilayah (territory)
sebagai milik suku atau etnis tertentu belum terbentuk di Eropa sebelum abad
ke-17. Di awal abad ke-17 terjadi perang besar-besaran selama kurang lebih tiga
puluh tahun antara suku bangsa-suku bangsa di Eropa. Misalnya, perang Perancis
melawan Spanyol, Prancis melawan Belanda, Swiss melawan Jerman, dan Spanyol
melawan Belanda, dan sebagainya. Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa yang
terlibat dalam perang akhirnya sepakat untuk duduk bersama dalam sebuah
perjanjian yang diadakan di kota Westphalia di sebelah barat daya Jerman. Pada
tahun 1648 disepakati Perjanjian Westphalia yang mengatur pembagian teritori
dan daerah-daerah kekuasaan negara-negara Eropa yang umumnya masih
dipertahankan sampai sekarang.
Meskipun demikian, negara-bangsa (nation-states)
baru lahir pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Negara bangsa
adalah negara-negara yang lahir karena semangat nasionalisme. Semangat
nasionalisme yang pertama muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic
nationalism) yang kemudian dipercepat oleh munculnya revolusi Prancis dan
penaklukan daerah-daerah selama era Napoleon Bonaparte. Beberapa gerakan
nasionalisme pada waktu ini bersifat separatis, karena kesadaran nasionalisme
mendorong gerakan untuk melepaskan diri dari kekaisaran atau kerajaan tertentu.
Misalnya, setelah kejatuhan Napoleon Bo-naparte, Kongres Wina (1814–1815)
memutuskan bahwa Belgia yang sebelumnya dikuasai Prancis menjadi milik Belanda,
dan lilma belas tahun kemudian menjadi negara nasional yang merdeka. Atau,
Revolusi Yunani tahun 1821–1829 di mana Yunani ingin melepaskan diri dari
belenggu kekuasaan Kekaiseran Ottoman dari Turki. Sementara di belahan Eropa
lain, nasionalisme muncul sebagai kesadaran untuk menyatukan wilayah atau
daerah yang ter-pecah-belah Mazzini, Camillo
Cavour, dan Giusepe Garibaldi, mempersatukan dan membentuk
Italia menjadi sebuah negara-kebangsaan tahun 1848. Di Jerman sendiri, kelompok-kelompok
negara kecil akhirnya membentuk sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama
Prusia tahun 1871 di bawah Otto von Bismarck. Banyak negara kecil di bawah
kekuasaan kekaiseran Austria pun membentuk negara bangsa sejak awal abad 19
sampai masa setelah Perang Dunia I. Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia telah
melahirkan negara-bangsa Rusia.
Semangat nasionalisme menyebar ke seantero
dunia dan mendorong negara-negara Asia–Afrika memperjuangkan kemerdekaannya.
Ini terjadi setelah Perang Dunia I dan selama Perang Dunia II. Hanya dalam dua
puluh lima tahun pasca Perang Dunia II, ada sekitar 66 negara-bangsa yang
lahir. Indonesia termasuk salah satu dari negara bangsa yang baru lahir pasca
Perang Dunia II ini.
Di abad ini, semangat nasionalisme telah mendorong
negara-negara di bawah bekas Yugoslavia dan bekas Uni Soviet lahir sebagai
negara-negara bangsa. Dapat dipastikan bahwa ke depan, nasionalisme akan terus
menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan pembentukan komunitas
bersama berdasarkan karakteristik etnis, kultur, atau pun politik.
A. FAKTOR
PENDORONG LAHIRNYA NASIONALISME INDONESIA
Kata nasionalisme berasal dari
kata Nation yang berati bangsa. Dalam bahasa Latin kata Nation berati kelahiran
kembali, suku kemudian bangsa. Bangsa adalah sekelompok manusia yang mendiami
wilayah tertentu dan memiliki hasrat untuk bersatu karena adanya persamaan
nasib, cita-cita dan kepentingan bersama. Menurut Han Kohn adalah suatu paham
yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserakan kepada negara dan
bangsa. Bangkitnya nasionalisme Indonesia didorong oleh faktor intern dan
ekstern.
1.
Faktor Intern
Faktor-faktor
intern yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah
sebagai berikut.
a.
Kejayaan Bangsa Indonesia sebelum Kedatangan Bangsa Barat
Sebelum
kedatangan bangsa Barat, di wilayah Nusantara sudah berdiri kerajaan-kerajaan
besar, seperti Sriwijaya, Mataram dan Majapahit. Kejayaan masa lampau itu
menjadi sumber inspirasi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
b.
Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage(Pengerukan
Kekayaan)
Politik
drainage itu mencapai puncaknya ketika diterapkan sistem tanam paksa yang
dilanjutkan dengan sistem ekonomi liberal.
c.
Adanya Diskriminasi Rasial
Diskriminasi
merupakan hal menonjol yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam
kehidupan sosial pada awal abad ke-20. Dalam bidang pemerintahan, tidak semua
jabatan tersedia bagi kaum pribumi.
d.
Munculnya Golongan Terpelajar
Pada awal
ke-20, pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah
kolonial. Hal itu sejalan dengan diterapkannya politik etis. Melalui penguasaan
bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah modern, mereka dapat mempelajari
berbagai ide-ide dan paham-paham baru yang berkembang di Barat, seperti ide
tentang HAM, liberalisme, nasionalisme, dan demokrasi.
2.
Faktor Ekstern
Lahir dan
berkembangnya nasionalisme Indonesia juga didorong oleh faktor-faktor ekstern,
antara lain berikut ini.
a. Kemenangan
Jepang terhadap Rusia (1904-1905)
Kemenangan
Jepang dalam Perang Rusia-Jepang telah berhasil mengguncangkan dunia.
Kemenangan Jepang tersebut berhasil menggugah kesadaran bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk
melawan penjajahan bangsa-bangsa kulit putih.
b. Kebangkitan
Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika
Kebangkitan
nasional bangsa-bangsa Asia-Afrika memberikan dorongan kuat bagi bangsa
Indonesia untuk bangkit melawan penindasan pemerintahan kolonial. Revolusi
Tiongkok (1911) dan pementukan partai Kuomintang oleh Sun Yan Set yang berhasil
menjadikan Cina sebagai negara mereka pada tahun (1912).
c. Masuknya
Paham-Paham Baru
Paham-paham
baru seperti liberalisme, demokrasi dan nasionalisme muncul setelah
terjadinya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Hubungan antara Asia dan
Eropa menyebabkan paham-paham itu menyebar dari Eropa ke Asia, termasuk ke
Indonesia.
B.
ORGANISASI-ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
1. Boedi
Oetomo
Dengan semangat hendak
meningkatkan semangat masyarakat, Mas Ngabehi Wahidin Soediro Husodo, seorang
doktor jawa dan termasuk seorang priayi, tahun 1906-1907 melakukan kempanye di
kalangan priayi di Pulau Jawa.
Pada akhir 1907, Wahidin bertemu
dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia. Pertemuan tersebut berhasil
mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo pada hari rabu
tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo kemudian ditunjuk sebagai ketuanya.
Tanggal berdirinya Boedi Oetomo hingga saat ini diperingati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.
2. Sarekat
Islam
Pada akhir
1911, Haji Samanhudi di Solo menghimpun
para pengusaha batik di dalam sebuah organisasi yang bercorak agama
dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI).
Setahun kemudian pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya Haji Oemar Said Cokroaminoto, sedangkan Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya menjadi luas, bukan hanya dari kalangan pedagang. Apabila dilihat dari anggaran dasarnya, tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut.
Setahun kemudian pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya Haji Oemar Said Cokroaminoto, sedangkan Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya menjadi luas, bukan hanya dari kalangan pedagang. Apabila dilihat dari anggaran dasarnya, tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut.
A.
Mengembangkan jiwa dagang.
B. Memberikan
bantuan kepada anggota-anggota yang kesulitan.
C. Memajukan
pengajaran dan semua.
D. Menentang
pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Aktivitas SI lebih mengutamakan
politik tidak disetujui oleh sebagian besar anggotanya. Mereka menginginkan SI
memperhatikan masalah-masalah keagamaan. Dalam kondisi itu SI memutuskan untuk
bekerja sama dengan pemerintahan kolonial dan berganti nama menjadi Partai
Sarikat Islam. Sehubungan dengan meluasnya semangat persatuan dan Sumpah
Pemuda, nama tersebut diubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII)
pada tahun 1930 dengan ketuanya Haji Agus
Salim.
3.
Indische Partij
Indische
Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga
dimaksudkan sebagai pengganti Indische Bond. Sebagai organisasi kaum Indonesia
dan Eropa yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal
dengan Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat
(Ki Hajar Dewantara). Indische Partij merupakan
pergerakan nasional yang bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme
modern.
Indische
Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan
Indonesia. Indonesia dianggap sebagai National Home bagi semua
orang, baik penduduk bumi putera maupun keturunan Belanda,
Cina, dan Arab, yang mengaku Indonesia sebagai tanah air dan
kebangsaannya. Paham ini pada waktu itu dikenal sebagai Indisch
Nasionalisme, yang selanjutnya melalui perhimpunan Indonesia dan PNI, diubah
menjadi Indonesische Nationalisme atau Nasional Indonesia. Hal itulah yang
menyatakan bahwa Indische Partij sebagai partai politik pertama di Indonesia.
4.
Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan
Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang
berada di Belanda, antara lain Sutan Kasayangan dan R.N Noto
Suroto. Mula-mula organisasi itu bernama Indische Vereeniging. Akan tetapi sejak berakhirnya Perang Dunia I
perasaan anti kolonialisme dan imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin
Indische Vereeniging semakin menonjol.
Pada tahun
1922, Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak
tahun 1925, selain nama dalam bahasa Belanda juga digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia.
Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI bergerak dalam bidang politik.
Dalam
kalangan pergerakan nasional di Indonesia, pengaruh PI cukup besar. Beberapa
organisasi pergerakan nasional mulai lahir karena mendapatkan inspirasi dari
PI, seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun
1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda
Indonesia) tahun 1927.
5.
Partai Komunis Indonesia
Ketika Sosial
Democratische Arbeiderspartij (SDAP) di Belanda pada tahun 1918 mengumumkan
dirinya menjadi Partai Komunis Belanda (CPN), para anggota ISDV dari golongan
Eropa mengusulkan mengikuti jejak itu. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Mei
1920 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Di dalam susunan
pengurus baru terbentuk tertera antara lain Semaun sebagai ketua, Darsono
sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara,
serta Baars dan Sugono sebagai anggota pengurus. PKI tumbuh menjadi
partai politik dengah jumlah yang sangat besar. Akan tetapi karena jumlah
anggotanya intinya kecil, partai itu kurang dapat mengontrol dan menanamkan
disiplin kepada anggotanya.
Setelah
berhasil menempatkan dirinya sebagai partai besar, PKI merasa sudah kuat
untuk melakukan pemberontakan pada tahun 1926. Hampir sepuluh tahun kemudian,
Komitern mengirimkan seorang tokoh komunis kembali ke Indonesia. Tokoh tersebut
ialah Musso yang pada bulan April 1935 mendarat di Surabaya. Dengan bantuan
Joko Sujono, Pamuji, dan Achmad Sumadi, ia membentuk yang diberi nama PKI
Ilegal. Kegiatan utama kaum komunis kemudian disalurkan melalui Gerakan Rakyat
Indonesia (Gerindo) dengan tokoh utamanya Amir Syarifudin.
6.
Partai Nasional Indonesia
Partai
Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 dengan
tokoh-tokohnya Ir. Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar,
Soedjadi, dan Soenaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai
ketua, Iskaq sebagai sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris.
Sementara itu dalam perekrutan anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI
tidak diperkenankan menjadi anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan
berperan sebagai mata-mata pemerintah kolonial. Ada dua macam cara yang
dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di dalam masyarakat,
yaitu:
a.
Usaha ke dalam: Usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain
mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah-sekolah dan bank-bank.
b.
Usaha ke luar: Dengan memeperkuat opini publik terhadap tujuan PNI,
antara lain melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Benteng
Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia.
Peningkatan
kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929 menimbulkan
suasana yang tegang. Pemerintah kolonial Belanda lebih banyak melakukan
pengawasan secara tegas terhadap kegiata-kegiatan PNI yang dianggap
membahayakan keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi menghentikan pidato
karena dianggap telah menghasut rakyat.
Akhirnya
pemerintah Hindia Belanda beranggapan bahwa tiba saatnya untuk melakukan
tindakan terhadap PNI. Bahkan Gubernur Jenderal de Graef telah mendapatkan
tekanan dari konservatif Belanda yang tergabung dalam Vanderlansche Club untuk
bertindak tegas karena mereka berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI.
C. Upaya-Upaya
Menggalang Persatuan
1. Pembentukan
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Di kalangan pemimpin pergerakan
nasional muncul gagasan untuk membentuk gabungan (fusi) dari partai-partai
politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan
tindakan-tindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh
Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan Minahasa,
Sarekat Ambon dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk
Komite Persatuan Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan
baik sehingga tidak satu pun organisasi gabungan (fusi) yang dihasilkan.
Pada tanggal 17-18 Desember 1927
diadakan sidang di Bandung yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PNI, Algemeene
Studieclub, PSI (Partai sarekat Islam), Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat
Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische studieclib. Sidang tersebut memutuskan
untuk membentuk (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut.
Sebagai suatu alat organisasi
yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan pertimbangan yang terdiri atas
seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai yang bergabung.
Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Ir. Anwari
dari PNI sebagai sekretaris.
·
Gerakan Pemuda
·
Gerakan Pemuda Kedaerahan
Trikoro Dharmo merupakan
organisasi pemuda kedaerahaan pertama di Indonesia. Trikoro Dharmo didirikan di
Gedung Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh pemuda-pemuda Jawa, seperti
Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan
Mawardi. Trikoro Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi dan
Bhakti.
Kenggotaan Trikoro Dharmo pada
mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa dan Madura. Akan tetapi,
diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan
Lombok. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri organisasi Jong
Sumatranen Bond. Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota Jong
Sumatranen Bond, antara lain Moh.Hatta, Moh.Yamin, M. Tasil, Bahder Djohan, dan Abu
Hanifah. Jong Minahasa berdiri pada tanggal 5 Januari 1918 di Manado
dengan tokohnya A.J.H.W.Kawilarang dan V.Adam. Jong Celebes dengan
tokoh-tokohnya Arnold Monomutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta. Jong Ambon
berdiri pula pada tanggal 1 Juni 1923 di Jakarta.
Dengan semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal 12 Juni 1918 nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java masih tetap bergerak dalam bidang sosial budaya. Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo dan kongres luar biasa Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri masalah politik. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia politik setelah mereka tamat belajar.
Dengan semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal 12 Juni 1918 nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java masih tetap bergerak dalam bidang sosial budaya. Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo dan kongres luar biasa Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri masalah politik. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia politik setelah mereka tamat belajar.
·
Kongres Pemuda Indonesia
·
Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti
yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam dalam sanubari pemuda-pemuda
Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan
kongres pemuda Indonesia yang pertama.
Dalam kongres itu dilakukan
beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan pula
tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di atas
kepentingan golongan, bangsa dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan
tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak dikemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabumgan (fusi). Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabumgan (fusi). Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu.
·
Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua
tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama, tepatnya pada tanggal 27-28
Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari
perkumpulan-perkumpulan pemuda ketika itu diantara lain Pemuda Sumatera, Pemuda
Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten
Bond, Jong Java, Jong Ambon dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini
sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
Susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah
terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah sebagai berikut.
Ketua : Sugondo Joyopuspito dari PPPI
Wakil ketua : Joko Marsaid dari Jong Java
Sekretaris : Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond
Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataksche Bond
Pembantu I : Johan Moh. Cai dari Jong Islamiten Bond
Pembantu II : Koco Sungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III : Senduk dari Jong Cilebes
Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi
Ketua : Sugondo Joyopuspito dari PPPI
Wakil ketua : Joko Marsaid dari Jong Java
Sekretaris : Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond
Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataksche Bond
Pembantu I : Johan Moh. Cai dari Jong Islamiten Bond
Pembantu II : Koco Sungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III : Senduk dari Jong Cilebes
Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi
Kongres Pemuda II dilaksanakan
selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. persidangan yang dilaksanakan sebanyak
tiga kali di antaranya membahas persatuan dan kebangsaan Indonesia, pendidikan,
serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil mengambil keputusan yang
dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Rumusan tersebut dibuat oleh
sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh ketua kongres, Sugondo
Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya diperdengarkan lagu
Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman dengan gesekan
biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para
pemuda pelajar Indonesia. Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap
organisasi pemuda kedaerahan secara konsekuen meleburkan diri kedalam satu wadah
yang telah disepakati bersama, yaitu Indonesia Muda.
D. Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Perkembangan Nasional
Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
D. Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Perkembangan Nasional
Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Krisis
ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada
akhir tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi itu tidak
kunjung reda.
2. Kebijakan
keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum pergerakan,
terutama golongan nonkooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal
atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah kolonial
bertanggung jawab atas keadaan di Hindia Belanda.
3. Pada tahun
1930-an, kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa
menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme dan Naziisme mengancam
kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula Jepang sebagai negara fasis di
Asia telah melakukan ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan
kaum nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu mempertahankan demokrasi
terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul pertama kali di kalangan
Perhimpunan Indoesia yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.
a. Partindo
(1931)
Pada kongres luar biasa
PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil keputusan untuk membubarkan
PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI.
Sartono dan pendukungnya membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30
April 1931.
Asas dan tujuan serta
garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo. Selanjutnya
dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang tercerai-cerai
sehingga pada tahun 1931 berhasih dibentuk 12 cabang. Kemudian berkembang
menjadi 24 cabang dengan anggota sebanyak 7.000 orang.
Penangkapan kembali Ir. Soekarno
pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende,
Flores, pada tahun 1934. karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudihan
dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan
kepadang karena adanya serbuan Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno,
Partindo mengalami kemunduran. Partindo keluar dari PPPKI agar PPPKI tidak
terhalang geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat. Dalam
menghadapi keadaan yang sulit itu, untuk kedua kalinya Sartono
membubarkan Partindo juga tanpa dukungan penuh dari anggotanya.
b. PNI Baru
(1931)
Pada bulan Desember 1931,
membentuk Pendidikan Nasional Indonesia(PNI Baru). Mula-mula Sutan Syahir
dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun
1932 setelah kembali dari Belanda. Organisasi-organisasi tersebut
tetap sama-sama menggunakan taktik perjuangan non-kooperatif dalam mencapai
kemerdekaan politik. Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah
sebagai berikut:
– PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean” bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
– Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi masa dengan aksi-aksi masa untuk mencapai kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda.
– PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean” bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
– Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi masa dengan aksi-aksi masa untuk mencapai kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda.
c. Parindra
(1935)
Pada bulan Desember 1935 di Solo
diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan
Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R.
Soetomo terpilih sebagai ketua Parindra dengan Surabaya sebagai pusatnya. Tujuannya
adalah mencapai Indonesia raya dan mulia. Tokoh-tokoh terkemuka Parindra
lainnya ialah Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
Parindra berusaha meningkatkan
kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun Tani, membentuk
serikat-serikat pekerja, menganjurkan Swadesi, dan mendirikan Bank Nasional
Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir
penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan Moh. Husni
Thamrin dengan membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil
memaksa pemerintah kolonial melakukan beberapa perubahan, seperti
memakai bahasa Indonesia dalam siding Volksraad dan mengganti istilah Inlander
menjadi Indonesier.
d. Gerindo
Setelah Partindo dibubarkan pada
tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan. Sementara itu,
Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu,
pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).
Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K.Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin,
Sarino Mangunsarkoro, Nyono, Prawoto, Sartono, dan Wilopo.
Gerindo bertujuan mencapai
Indonesia merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperatif. Dalam
bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab
kepada rakyat dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia
(Peri) yang bertujuan mengumpulkan modal dengan kekuatan kaum buruh
dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi-koperasi. Dalam bidang sosial
diperjungkan persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu,
Gerindo menerima anggota dari kalangan orang Indo, peranakan Cina, dan Arab.
e. Petisi
Sutardjo
Pada tanggal 15 Juli 1936,
Sutardjo Kartohadikusumo selaku Persatuan Pegawai Bestuur (PPB) dalam
Volkstraad mengajukan usul yang kemudian dikenal dengan petisi Sutardjo. Petisi
tersebut berisi permintaan kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan
musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu
perubahan dalam waktu 10 tahun mendatang, yaitu pemberian status otonom kepada
rakyat Indonesia meskipun tetap dalam lingkungan kerajaan Belanda.
Sebelum Indonesia dapat berdiri
sendiri, Sutardjo mengusulkan untuk mengambil langkah-langkah memperbaiki
keadaan Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a. Volksraad
dijadikan parlemen yang sesungguhnya
b. Direktur
departemen diberikan tanggung jawab
c. Dibentuk
Dewan Kerajaan (rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan Indonesia
yang anggota-anggotanya merupakan wakil-wakil kedua belah pihak
d. Penduduk
Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul dan cita-citanya
memihak Indonesia.
Petisi itu juga ditandatangani
oleh I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong. Sebagian
besar dari partai-partai dan tokoh-tokoh pergerakan juga mendukung Petisi
Sutardjo. Setelah mendapatkan dukungan mayoritas anggota Volksraad, petisi itu
kemudian disampaikan kepada pemerintah kerajaan dan Parlemen Belanda.
Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif dan para pengusaha perkebunan, termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC) menganggap petisi itu terlalu prematur dan menganggap bahwa secara ekonomi dan sosial Hindia Belanda (Indonesia) belum cukup untuk dapat berdiri sendiri. Selain itu dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax Nederlandica karena pada kenyataannya kondisi politik Hindia Belanda belum mantap.
Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif dan para pengusaha perkebunan, termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC) menganggap petisi itu terlalu prematur dan menganggap bahwa secara ekonomi dan sosial Hindia Belanda (Indonesia) belum cukup untuk dapat berdiri sendiri. Selain itu dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax Nederlandica karena pada kenyataannya kondisi politik Hindia Belanda belum mantap.
Pada tanggal 16 November 1938,
pemerintah Belanda memberikan jawaban bahwa petisi itu ditolak dengan alasan-alasan
sebagai berikut.
–
Perkembangan politik Indonesia belum cukup
matang untuk memerintah sendiri sehingga petisi itu dipandang
masih terlalu prematur.
–
Dipertanyakan juga tentang kependudukan golongan minoritas dalam struktur
politik yang baru nanti.
– Tuntutan
otonomi dipandang sebagai hal yang tidak alamiah karena pertumbuhan ekonomi,
sosial dan politik belum memadai.
Meskipun petisi tersebut
ditolak, pemerintah kolonial mulai melaksanakan perubahan pemerintah pada tahun
1938. Pemerintah membentuk provinsi-provinsi di luar Jawa dengan gubernur
sebagai wakil pemerintahan pusat, sedangkan Dewan Provinsi bertugas mengatur
rumah tangga daerah.
f. Perjuangan
GAPI “Indonesia Berparlemen”
Penolakan petisi Sutardjo
mendorong munculnya gerakan menuju kesatuan nasional, kesatuan aksi dan hak
untuk menentukan nasib sendiri. Gerakan itu kemudian menjelma menjadi Gabungan
Politik Indonesia (GAPI). Pembentukan GAPI dipelopori oleh M.H. Thamrin dari
Parindra.
Pelaksanaan program GAPI secara kongret mulai terwujud dalam rapatnya pada tanggal 4 Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta persatuan dan kesatuan Indonesia. Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9 Septamber 1939 terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu, dalam pernyataan pada tanggal 19 September 1939, GAPI menyerukan agar dalam keadaan penuh bahaya dapat dibina hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan Indonesia.
Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1939. Pada pertengahan Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di beberapa tempat. Dengan semboyan “Indonesia Berparlemen” dalam setiap aksinya GAPI mendesak pemerintah agar membentuk parlemen yang dipilih dan dari rakyat sebagai pengganti Volksraad dan dengan pemerimtahan yang bertanggung jawab kepada parlemen tersebut. Untuk itu, kepala-kepala departemen harus digantikan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Tanggapan pemerintah kolonial Belanda baru dikeluarkan pada tanggal 10 Februari 1940 melalui menteri jajahan Welter yang menyatakan bahwa perkembangan dalam bidang jasmani dan rohani akan memerlukan tanggung jawab dalam bidang ketatanegaraan. Sudah barang tentu hak-hak ketatanegaraan memerlukan tanggung jawab dari para pemimpin. Tanggung jawab ini hanya dapat dipikul apabila rakyat telah memahami kebijaksanaan politik. Selama pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kebijakan politik di Hindia Belanda, tidak mungkin didirikan parlemen Indonesia yang mengambil alih tanggung jawab tersebut.
Pelaksanaan program GAPI secara kongret mulai terwujud dalam rapatnya pada tanggal 4 Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta persatuan dan kesatuan Indonesia. Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9 Septamber 1939 terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu, dalam pernyataan pada tanggal 19 September 1939, GAPI menyerukan agar dalam keadaan penuh bahaya dapat dibina hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan Indonesia.
Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1939. Pada pertengahan Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di beberapa tempat. Dengan semboyan “Indonesia Berparlemen” dalam setiap aksinya GAPI mendesak pemerintah agar membentuk parlemen yang dipilih dan dari rakyat sebagai pengganti Volksraad dan dengan pemerimtahan yang bertanggung jawab kepada parlemen tersebut. Untuk itu, kepala-kepala departemen harus digantikan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Tanggapan pemerintah kolonial Belanda baru dikeluarkan pada tanggal 10 Februari 1940 melalui menteri jajahan Welter yang menyatakan bahwa perkembangan dalam bidang jasmani dan rohani akan memerlukan tanggung jawab dalam bidang ketatanegaraan. Sudah barang tentu hak-hak ketatanegaraan memerlukan tanggung jawab dari para pemimpin. Tanggung jawab ini hanya dapat dipikul apabila rakyat telah memahami kebijaksanaan politik. Selama pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kebijakan politik di Hindia Belanda, tidak mungkin didirikan parlemen Indonesia yang mengambil alih tanggung jawab tersebut.
Tentu saja penolakan itu
menimbulkan kekecewaan, tetapi GAPI masih meneruskan perjuangannya. Dalam rapat
tanggal 23 Februari 1940, GAPI menganjurkan pendirian Panitia Parlemen
Indonesia sebagai tindak lanjut aksi Indonesia Berparlemen. Akan tetapi,
kesempatan bergerak bagi GAPI sudah tidak ada lagi. Pada awal Mei 1940,
Belanda diduduki oleh Jerman sehingga Perang Dunia II telah berkobar di Negeri
Belanda. Meskipun negerinya sudah diduduki oleh Jerman, tetapi Belanda tidak
mau mundur setapak pun dari bumi Indonesia.
Sikap pemerintah Belanda yang konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada keinginan umum untuk bekerja sama dalam menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjanjikan perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus disimpan dahulu hingga perang selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam pidatonya, Ratu Wilhelmina menyatakan kesediaannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian ketatanegaraan Belanda terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan daerah seberangdalam struktur Kerajaan Belanda. Akan tetapi, masalah itu pun ditunda hingga Perang Dunia II selesai.
Sikap pemerintah Belanda yang konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada keinginan umum untuk bekerja sama dalam menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjanjikan perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus disimpan dahulu hingga perang selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam pidatonya, Ratu Wilhelmina menyatakan kesediaannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian ketatanegaraan Belanda terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan daerah seberangdalam struktur Kerajaan Belanda. Akan tetapi, masalah itu pun ditunda hingga Perang Dunia II selesai.
Usulan pembentukan milisi
pribumi yang berdasarkan kewajiban warga negara untuk mempertahankan negerinya
juga ditolak oleh pemerintah kolonial dengan alasan bahwa perang modern lebih
memerlukan angkatan perang yang professional. Sikap menunda itu pun
diperlihatkan Belanda pada saat dilontarkan Piagam Atlantik
(Atlantic Charter) oleh Perdana Menteri Inggris Woodrow Wilson dan Presiden
Amerika Serikat F.D. Roosevelt yang menjamin hak setiap bangsa untuk memilh
bentuk pemerintahannya sendiri.
Satu-satunya hasil dari berbagai
upaya kaum pergerakan melalui Dewan Rakyat adalah pembentuka Komisi Vismen
(Commissie-Visman) pada bulan Maret 1941. Komisi tersebut bertugas meneliti
keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai golongan masyarakat
mengenai perbaikan pemerintahan. Hasilnya diumumkan pada bulan Desember 1941
yang menyatakan bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah Belanda.
0 komentar:
Posting Komentar